Minggu, 03 Juli 2011

cara berpakaian adat orang Bali

Pakaian daerah


Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.

Pria






Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.



Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:

  • Udeng (ikat kepala)

  • Kain kampuh

  • Umpal (selendang pengikat)

  • Kain wastra (kemben)

  • Sabuk

  • Keris

  • Beragam ornamen perhiasan


Sering pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.

Wanita






Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.



Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:

  • Gelung (sanggul)

  • Sesenteng (kemben songket)

  • Kain wastra

  • Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada

  • Selendang songket bahu ke bawah

  • Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam

  • Beragam ornamen perhiasan


Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.

Tari pendet



Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).

Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.

Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.

Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.

 Kontroversi Pendet 2009


Tari pendet menjadi sorotan media Indonesia karena tampil dalam program televisi Enigmatic Malaysia Discovery Channel. Menurut pemerintah Malaysia, mereka tidak bertanggung jawab atas iklan tersebut karena dibuat oleh Discovery Channel Singapura,[1] kemudian Discovery TV melayangkan surat permohonan maaf kepada kedua negara, dan menyatakan bahwa jaringan televisi itu bertanggung jawab penuh atas penayangan iklan program tersebut.[2] Meskipun demikian, insiden penayangan pendet dalam program televisi mengenai Malaysia ini sempat memicu sentimen Anti-Malaysia di Indonesia.

Barong (mitologi)



Barong adalah karakter dalam mitologi Bali. Ia adalah raja dari roh-roh serta melambangkan kebaikan. Ia merupakan musuh Rangda dalam mitologi Bali. Banas Pati Rajah adalah roh yang mendampingi seorang anak dalam hidupnya. Banas Pati Rajah dipercayai sebagai roh yang menggerakkan Barong. Sebagai roh pelindung, Barong sering ditampilkan sebagai seekor singa. Tarian tradisional di Bali yang menggambarkan pertempuran antara Barong dan Rangda sangatlah terkenal dan sering diperlihatkan sebagai atraksi wisata.

Barong singa adalah salah satu dari lima bentuk Barong. Di pulau Bali setiap bagian pulau Bali mempunyai roh pelindung untuk tanah dan hutannya masing-masing. Setiap Barong dari yang mewakili daerah tertentu digambarkan sebagai hewan yang berbeda. Ada babi hutan, harimau, ular atau naga, dan singa. Bentuk Barong sebagai singa sangatlah populer dan berasal dari Gianyar. Di sini terletak Ubud, yang merupakan tempat pariwisata yang terkenal. Dalam Calonarong atau tari-tarian Bali, Barong menggunakan ilmu gaibnya untuk mengalahkan Rangda.

Arja


Arja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat. Nama Arja diduga berasal dari kata Reja (bahasa Sansekerta) yang berarti "keindahan". Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut "Gaguntangan" yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.

Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820-an, pada masa pemerintahan Raja Klungkung, I Dewa Agung Sakti. Menjelang berakhirnya abad 20 lahirlah Arja Muani, dimana semua pemainnya pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat, terutama karena menghadirkan komedi segar.

Fase


Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:

  • Munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).

  • Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).

  • Arja Gede (yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang).


Lakon


Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.

Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.

tari legong

Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.

Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua.[1] Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap.[2]

Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.

Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad.

Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.

[sunting] Beberapa tari legong


Terdapat sekitar 18 tari legong yang dikembangkan di selatan Bali, seperti Gianyar (Saba, Bedulu, Pejeng, Peliatan), Badung (Binoh dan Kuta), Denpasar (Kelandis), dan Tabanan (Tista).

Legong Lasem (Kraton)
Legong ini yang paling populer dan kerap ditampilkan dalam pertunjukan wisata. Tari ini dikembangkan di Peliatan. Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang legong dan seorang condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua legong yang menarikan legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai Legong Kraton. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.

Legong Jobog
Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya. Karena ajimat itu dibuang ke danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke dalam danau. Tanpa disadari, keduanya beralih menjadi kera., dan pertempuran tidak ada hasilnya.

Legong Legod Bawa
Tari ini mengambil kisah persaingan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tatkala mencari rahasia lingga Dewa Syiwa.

Legong Kuntul
Legong ini menceritakan beberapa ekor burung kuntul yang asyik bercengkerama.

Legong Smaradahana
Legong Sudarsana
Mengambil cerita semacam Calonarang.

Beberapa daerah mempunyai legong yang khas. Di Desa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang dinamakan Andir (Nandir). Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.

berbagai jenis tarian

Joged Bumbung merupakan tari pergaulan di Bali. Biasanya dipentaskan dalam acara-acara sosial kemasyarakatan di Bali, seperti acara pernikahan. Tarian ini ditarikan oleh penari wanita, yang kemudian mencari pasangan pria dari para penonton untuk diajak menari bersama. Tarian ini biasanya diiringi dengan seperangkat musik dari bambu.

Kecak





Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya

Alat musik (gamelan)

Instrumen perkusi pada dasarnya merupakan benda apapun yang dapat menghasilkan suara baik karena dipukul, dikocok, digosok, diadukan, atau dengan cara apapun yang dapat membuat getaran pada benda tersebut. Istilah instrumen perkusi biasanya digunakan pada benda yang digunakan sebagai pengiring dalam suatu permainan musik

Daftar isi


[sembunyikan]




Sejarah


Antropolog dan sejarawan umumnya berpendapat instrumen musik perkusi merupakan alat bantu bermain musik pertama yang pernah diciptakan, sementara suara manusia merupakan alat musik pertama yang digunakan manusia. Instrumen perkusi seperti tangan, kaki, tongkat, batu, dan batang kayu sangat mungkin masuk sebagai generasi selanjutnya dalam evolusi musik.

Seiring dengan dibuatnya perkakas yang digunakan untuk berburu, dan bertani, keahlian dan teknologi yang ada membuat manusia mampu untuk membuat instrumen yang lebih kompleks. Sebagai contoh, batangan kayu sederhana dilubangi agar menghasilkan bunyi dalam intonasi yang lebih panjang (sebagai contoh: bedug, gendang), dan beberapa instrumen tersebut selanjutnya dikombinasikan untuk menghasilkan ragam suara yang berbeda.

Klasifikasi


Instrumen perkusi diklasifikasikan ke dalam bermacam-macam kriteria, kadang-kadang bergantung pada konstruksinya, adat istiadat/tradisi, fungsi dalam teori musik dan orkestra, atau kelaziman dengan pengetahuan umum yang ada.

Instrumen perkusi kadang-kadang dikasifikasikan sebagai "instrumen berintonasi" atau "instrumen tak berintonasi". Meskipun benar, klasifikasi demikian secara luas terlihat masih kurang tepat. Klasifikasi yang dianggap lebih informatif dalam menjelaskan suatu instrumen perkusi adalah berdasarkan satu atau beberapa dari empat paradigma berikut:

[sunting] Berdasarkan cara suara dihasilkan


Banyak literatur, termasuk dalam "Teaching Percussion" oleh Gary Cook dari Universitas Arizona, mulai meneliti karakteristik fisik dari instrumen dan cara suara dihasilkan. Paradigma ini dianggap sebagai metode yang paling dapat diterima secara keilmuan dan memudahkan untuk membuat model penamaan dibandingkan dengan paradigma lain yang lebih bergantung pada sejarah dan lingkungan sosial yang ada. Dari hasil observasi dan sejumlah eksperimen, penentuan berdasarkan klasifikasi dari metode suara dihasilkan bisa dimasukkan pada salah satu dari lima kategori berikut:

[sunting] Idiofoni


"Idiofoni menghasilkan suara melalui getaran dari seluruh badan instrumen."[1] Contoh instrumen-instrumen yang termasuk dalam kategori idiofoni:

[sunting] Membranofoni


Kebanyakan instrumen perkusi yang dikenal sebagai "drum" termasuk dalam kategori membranofoni. "Membranofoni menghasilkan suara saat membran tersebut dipukul."[1] Contoh instumen-instrumen yang termasuk dalam kategori membranofoni:

[sunting] Kordofoni


Hampir semua jenis instrumen yang termasuk dalam kategori "kordofoni" didefinisikan sebagai string instrument, beberapa contoh instrumen yang termasuk dalam kategori ini adalah:

  • Hammered dulcimer

  • Piano

  • Onavillu

  • Harpsichord


[sunting] Aerofoni


Hampir semua jenis instrumen yang masuk dalam kategori "aerofoni" didefinisikan sebagai instrumen musik tiup kayu seperti saksofon, pada instrumen tersebut suara dihasilkan karena tiupan udara kedalam instrumen. Namun beberapa jenis instrumen berikut, jika digunakan dalam suatu permainan musik, dimainkan sebagai bagian dalam ensembel perkusi.

  • Whip crack

  • Sirine

  • Pistol: ledakkan pistol dikategorikan sebagai bentuk suara yang dihasilkannya.


[sunting] Elektrofoni


Elektrofoni termasuk pula sebagai instrumen perkusi. Dalam konteks yang lebih sempit, setiap instrumen yang masuk dalam kategori elektrofoni membutuhkan spiker (benda yang termasuk dalam kategori "idiofoni" yang menekan udara sehingga menciptakan gelombang suara). Beberapa contoh instrumen yang termasuk dalam kategori ini adalah:

  • Komputer dan instrumen MIDI (contoh: drum machine atau zenddrum)



Berdasarkan fungsi pada permainan musik atau orkestra


Pengklasifikasian berdasarkan fungsi dibedakan pada: instrumen perkusi bernada, dan instrumen perkusi tak bernada.

Sebagai contoh, beberapa instrumen perkusi (seperti Marimba dan timpani) menghasilkan suara pada intonasi yang kuat sehingga dapat memainkan melodi dan berfungsi menciptakan harmoni dalam permainan musik. Instrumen lain seperti simbal dan snare drum menghasilkan suara tak bernada.

[sunting] Instrumen musik perkusi bernada


Instrumen perkusi dalam kelompok ini kadang-kadang disebut sebagai "tuned", "pitched" atau sederhananya "pit".

Contoh instrumen perkusi bernada:

[sunting] Instrumen musik perkusi tak bernada


Instrumen yang termasuk dalam kategori ini kadang-kadang disebutkan sebagai "non-pitched", "unpitched", atau "untuned". Fenomena atas ini muncul disebabkan suara yang dihasilkan oleh instrumen memiliki frekuensi yang kompleks sehingga tidak dapat ditentukan sebagai sebuah nada.

Contoh instrumen perkusi tak bernada:


Bedasarkan kelaziman menurut pengetahuan umum


Meskipun sulit untuk mendefinisikan arti dari "pengetahuan umum", terdapat beberapa instrumen yang digunakan oleh perkusionis dan komposer dalam permainan musik yang tidak dapat layak dimasukkan sebagai sebuah instrumen musik . Karenanya, untuk membedakan instrumen satu dengan lainnya adalah berdasarkan penerimaan dan pertimbangan dari pendengar secara umum.

Contoh, banyak kalangan menganggap anvil, brake drum, atau kaleng drum yang digunakan untuk menampung minyak sebagai instrumen musik, meski benda-benda tersebut cukup sering digunakan oleh komposer dan perkusionis dalam musik modern yang ada saat ini.

Beberapa jenis instrumen musik perkusi yang termasuk dalam kategori ini adalah:

[sunting] Populer



[sunting] Kurang populer



  • Sapu

  • Pot bunga

  • Botol galon

  • Kaleng minuman

  • Pipa besi

  • Tas plastik

  • Kereta belanja

  • Roda sepeda

  • Bebatuan

  • Tong



Berdasarkan Adat istiadat/tradisi


Diskusi atas instrumen perkusi terkait dengan budaya asal atas instrumen tersebut merupakan hal yang tidak umum dilakukan karena cenderung akan membuat pemisahan divisi atara instrumen yang masuk dalam kategori "umum" atau "modern", dengan instrumen tradisional yang memiliki kegunaan atau nilai sejarah yang kuat pada tradisi masyarakat ataupun suku bangsa tertentu.

[sunting] Instrumen perkusi tradisional


Beberapa jenis instrumen perkusi yang termasuk dalam kategori ini adalah:

  • Berimbau

  • bodhrán

  • Bombo legüero

  • Cajon

  • Dhol

  • Dholak

  • Djembe

  • Gamelan

  • Kpanlogo

  • Lagerphone

  • Latin percussion

  • Marimbula

  • Pogo cello

  • Steelpan

  • Thavil

  • Urumee

  • Udukai

  • Mridangam

  • Taiko

  • Timbal

  • Tonbak


[sunting] Drum umum


Kategori berikut mencakup instrumen-instrumen yang populer dan luas digunakan di dunia:


Fungsi


Instrumen musik perkusi tidak hanya dimainkan sebagai pengiring/ritmis, melainkan pula sebagai melodi dan memainkan harmoni.

Perkusi umum dianggap sebagai "tulang punggung", atau "jantung" dari sebuah pertunjukan musik, dalam permainan seringkali dikolaborasikan bersama instrumen bass. Pada musik jazz dan musik populer, bassis dan drummer seringkali dikelompokkan sebagai seksi ritmis. Kebanyakan musik-musik klasik yang ditulis untuk penampilan sebuah orkestra penuh sejak zaman Hadyn dan Mozart menggunakan alat-alat musik string, tiup kayu, dan tiup logam. Namun demikian, seringkali setidaknya sepasang timpani diikutsertakan di dalamnya, meski tidak digunakan secara aktif dalam keseluruhan pertunjukkan (hanya mengisi bagian-bagian tertentu). Pada abad ke delapan belas dan sembilan belas, jenis instrumen musik perkusi yang digunakan mulai beragam seperti triangle dan simbal, meski masih berfungsi seperti halnya timpani, untuk memberi penekanan pada bagian tertentu dalam musik. Barulah pada abad ke dua puluh instrumen musik perkusi mulai sering digunakan dalam pertunjukkan musik-musik klasik.

Dalam setiap jenis musik, perkusi memainkan peranan yang penting. Dalam pertunjukkan marching band, perkusi digunakan sebagai penjaga tempo, dan beat yang memungkinkan para pemain berjalan secara serempak dan dalam irama dan kecepatan yang sama. Dalam musik jazz klasik, pendengar dapat dengan segera membedakan jenis ritme dari hi-hat atau bunyi simbal saat kata "swing" diucapkan. Dalam kultural musik yang lebih populer, hampir tidak mungkin untuk menamakan tiga atau jenis irama pada musik rock, hip-hop, rap, funk atau bahkan soul karena pola permainan perkusi tidak memiliki irama dengan beat yang sama.

Disebabkan ragam jenis instrumen perkusi yang luas, tidak jarang ditemukan ensembel musik besar dengan keseluruhan instrumen yang dimainkannya adalah instrumen perkusi. Ritmis, melodi, dan harmoni semua muncul dan hidup dalam penampilan tersebut, dan seringkali merupakan pertunjukan yang menarik.

Gamelan

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.[rujukan?]

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.

Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.

Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Musik







Seperangkat gamelan Bali.



Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.

Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.